Bismillahirrohmanirrohim.
Segala Puji bagi Alloh SWT Tuhan Yang Maha Esa semoga kita selalu dalam Rahmad dan Petunjuknya.
Sholawat dan salam ke atas Nabi Muhammad SAW dan keluarga serta para shabatnya.
Al-Baqarah 2:127
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَٰهِۦمُ ٱلْقَوَاعِدَ مِنَ ٱلْبَيْتِ وَإِسْمَٰعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ
Indonesian - Bahasa
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail, (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
Indonesian - Tafsir ibn Kathir
Al-qawa'id adalah bentuk jamak dari lafaz qa'idah, artinya tiang atau fondasi. Allah berfirman, "Hai Muhammad, ceritakanlah kepada kaummu kisah Ibrahim dan Ismail membangun Ka'bah dan meninggikan fondasi yang dilakukan oleh keduanya, seraya keduanya berdoa, 'Ya Tuhan kami, terimalah dari kami amalan kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui'."
Keduanya sedang melakukan amal saleh seraya memohon kepada Allah, semoga Allah menerima amalan keduanya, seperti apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim melalui hadis Muhammad ibnu Ya-zid ibnu Khunais Al-Makki, dari Wahib ibnul Ward, bahwa ia membaca firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), "Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami)." (Al Baqarah:127)
Kemudian Wahib ibnul Ward menangis dan mengatakan, "Wahai kekasih Tuhan Yang Maha Pemurah, engkau sedang meninggikan dasar-dasar Baitullah, tetapi engkau merasa takut bila amalanmu tidak diterima."
Makna ayat ini semisal dengan yang disebutkan oleh Allah Swt. tentang keadaan orang-orang mukmin yang benar-benar ikhlas, melalui firman-Nya:
Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan. (Al Mu'minun:60)
Maksudnya, mereka memberikan apa yang telah mereka berikan berupa sedekah-sedekah, berbagai macam nafkah, dan amal taqarrub (kurban-kurban).
sedangkan hati mereka dalam keadaan takut. (Al Mu'minun:60)
Yakni takut amalan mereka tidak diterima oleh Allah Swt., seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis sahih dari Siti Aisyah r.a., dari Rasulullah Saw. yang akan diketengahkan pada tempatnya nanti.
Pendapat yang benar mengatakan bahwa keduanya sama-sama membina dasar-dasar Baitullah dan berdoa, seperti yang akan dijelaskan kemudian. Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadis yang akan kami ketengahkan kemudian, setelah itu kami ikutkan pembahasan asar-asar yang berkaitan dengannya.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ayyub As-Sukhtiyani dan Kasir ibnu Kasir ibnul Muttalib ibnu Abu Wida'ah -salah seorang dari keduanya memberikan tambahan atas yang lain-, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan kisah berikut: Wanita yang mula-mula memakai mintaq (ikat pinggang atau kemben) di zaman dahulu adalah ibu Nabi Ismail. Ia sengaja memakai kemben untuk menghapus jejak kehamilannya terhadap Siti Sarah (permaisuri Nabi Ibrahim a.s. yang belum juga punya anak). Kemudian Nabi Ibrahim membawanya pergi bersama anaknya Ismail (yang baru lahir), sedangkan ibunya menyusuinya. Lalu Nabi Ibrahim menempatkan keduanya di dekat Baitullah, yaitu di bawah sebuah pohon besar di atas Zamzam, bagian dari masjid yang paling tinggi. Saat itu di Mekah masih belum ada seorang manusia pun, tiada pula setetes air. Nabi Ibrahim menempatkan keduanya di tempat itu dan meletakkan di dekat keduanya sebuah kantong besar yang berisikan buah kurma dan sebuah wadah yang berisikan air minum. Kemudian Nabi Ibrahim pulang kembali (ke negerinya). Maka ibu Nabi Ismail mengikutinya dan bertanya, "Hai Ibrahim, ke manakah engkau akan pergi, tegakah engkau meninggalkan kami di lembah yang tandus dan tak ada seorang pun ini?" Ibu Nabi Ismail mengucapkan kata-kata ini berkali-kali, tetapi Nabi Ibrahim tidak sekali pun berpaling kepadanya. Maka ibu Nabi Ismail bertanya, "Apakah Allah telah memerintahkan kamu melakukan hal ini?" Nabi Ibrahim baru menjawab, 'Ya." Ibu Nabi Ismail berkata, "Kalau demikian, pasti Allah tidak akan menyia-nyiakan kami." Lalu ibu Nabi Ismail kembali (kepada anaknya), sedangkan Nabi Ibrahim berangkat meneruskan perjalanannya. Ketika ia sampai di sebuah celah (lereng bukit) hingga mereka tidak melihatnya, maka ia menghadapkan wajahnya ke arah Baitullah, kemudian memanjatkan doanya seraya mengangkat kedua tangannya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. (Ibrahim:37) sampai dengan firman-Nya: mudah-mudahan mereka bersyukur. (Ibrahim:37) Ibu Ismail menyusui anaknya dan minum dari bekal air tersebut. Lama-kelamaan habislah bekal air yang ada di dalam wadahnya itu, maka ibu Ismail merasa kehausan, begitu pula dengan Ismail. Ibu Ismail memandang bayinya yang menangis sambil meronta-ronta, lalu ia berangkat karena tidak tega memandang anaknya yang sedang kehausan. Ia menjumpai Bukit Safa yang merupakan bukit terdekat yang ada di sebelahnya. Maka ia berdiri di atasnya, kemudian menghadapkan dirinya ke arah lembah seraya memandang ke sekitarnya, barangkali ia dapat menjumpai seseorang, tetapi ternyata ia tidak me-lihat seorang manusia pun di sana. Ia turun dari Bukit Safa. Ketika sampai di lembah bawah, ia mengangkat (menyingsingkan) baju kurungnya dan berlari kecil seperti berlarinya orang yang kepayahan hingga lembah itu terlewati olehnya, lalu ia sampai di Marwah. Maka ia berdiri di atas Marwah, kemudian menghadap ke arah lembah seraya memandang ke sekelilingnya, barangkali ia menjumpai seseorang, tetapi ternyata ia tidak melihat seorang manusia pun. Hal ini dilakukannya sebanyak tujuh kali. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Karena itu, maka manusia melakukan sa'i di antara keduanya (Safa dan Marwah). Ketika ibu Ismail sampai di puncak Bukit Marwah, ia mendengar suatu suara, lalu ia berkata kepada dirinya sendiri, "Tenanglah!" Kemudian ia memasang pendengarannya baik-baik, dan ternyata ia mendengar adanya suara, lalu ia berkata (kepada dirinya sendiri), "Sesungguhnya aku telah mendengar sesuatu, niscaya di sisimu (Ismail) ada seorang penolong." Ternyata dia bersua dengan malaikat di sumur Zamzam, malaikat itu sedang menggali tanah dengan kakinya atau dengan sayapnya hingga muncul air. Maka ibu Ismail membuat kolam dan mengisyaratkan dengan tangannya, lalu ia menciduk air itu dengan kedua tangannya untuk ia masukkan ke dalam wadah air minumnya, sedang-kan sumur Zamzam terus memancar setelah ibu Ismail selesai menciduknya. Ibnu Abbas r.a. melanjutkan kisahnya bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Semoga Allah merahmati ibu Ismail. Sekiranya dia membiarkan Zamzam -atau tidak menciduk sebagian dari airnya-, niscaya Zamzam akan menjadi mata air yang mengalir. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu ibu Ismail minum air Zamzam dan menyusui anaknya. Maka malaikat itu berkata kepadanya, "Janganlah kamu takut tersia-siakan, karena sesungguhnya di sini terdapat sebuah rumah milik Allah yang kelak akan dibangun oleh anak ini dan ayahnya. Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan penduduk rumah ini." Tersebutlah bahwa rumah itu (Baitullah) masih berupa tanah yang menonjol ke atas mirip dengan gundukan tanah (bukit kecil), bila datang banjir, maka air mengalir ke sebelah kanan dan kirinya. Ibu Ismail tetap dalam keadaan demikian, hingga lewat kepada mereka serombongan orang dari kabilah Jurhum atau salah satu ke-luarga dari kabilah Jurhum yang datang kepadanya melalui jalur Bukit Kida. Mereka turun istirahat di bagian bawah Mekah, lalu mereka melihat ada burung-burung terbang berkeliling (di suatu tempat), maka mereka berkata, "Sesungguhnya burung-burung ini benar-benar mengitari sumber air. Menurut kebiasaan kami, di lembah ini tidak ada air." Lalu mereka mengirimkan seorang atau dua orang pelari mereka, dan ternyata mereka menemukan adanya air. Kemudian pelari itu kembali dan menceritakan kepada rombongannya bahwa di tempat tersebut memang ada air. Lalu rombongan mereka menuju ke sana. Ibnu Abbas r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa ketika itu ibu Ismail berada di dekat sumur Zamzam. Mereka berkata, "Apakah engkau mengizinkan kami untuk turun istirahat di tempatmu ini?" Ibu Ismail menjawab, "Ya, tetapi tidak ada hak bagi kalian terhadap air kami ini." Mereka menjawab, "Ya." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Nabi Saw. bersabda: Maka dengan kedatangan mereka ibu Ismail merasa terhibur, karena memang dia memerlukan teman. Mereka tinggal di Mekah dan mengirimkan utusannya kepada keluarga mereka (di tempat asalnya), lalu mereka datang dan tinggal bersama ibu Ismail dan rombongan pertama mereka. Ketika di Mekah telah berpenghuni beberapa ahli bait dari kalangan mereka (orang-orang Jurhum), sedangkan pemuda itu (Ismail) telah dewasa dan belajar bahasa Arab dari mereka, ternyata pribadi Ismail memikat mereka di saat dewasanya. Setelah usia Ismail cukup matang untuk kawin, lalu mereka mengawinkannya dengan seorang wanita dari kalangan mereka. Tidak lama kemudian ibu Ismail wafat. Setelah Ismail kawin, Nabi Ibrahim datang menjenguk keluarga yang ditinggalkannya, tetapi ternyata ia tidak menjumpai Ismail. Lalu ia menanyakannya kepada istrinya, maka istri Ismail menjawab, "Suamiku sedang keluar mencari nafkah buat kami." Kemudian Nabi Ibrahim bertanya kepada istri Ismail tentang penghidupan dan keadaan mereka. Istri Ismail menjawab, "Kami dalam keadaan buruk, hidup kami susah dan keras." Ternyata ia mengemukakan keluhannya kepada Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim menjawab, "Apabila suamimu datang, sampaikanlah salamku kepadanya dan katakanlah kepadanya agar dia mengganti kusen pintunya." Lalu Ismail datang dengan penampiian seakan-akan sedang merindukan sesuatu. Ia berkata, "Apakah telah datang seseorang kepadamu?" Istrinya menjawab, "Ya, telah datang kepadaku seorang tua yang ciri-cirinya anu dan anu, lalu ia menanyakan kepadaku tentang keadaanmu. maka aku ceritakan segalanya kepadanya. Ia menanyakan kepadaku tentang penghidupan kita. Maka aku katakan kepadanya bahwa kita hidup sengsara dan keras." Ismail bertanya, "Apakah dia memesankan sesuatu kepadamu?" Istrinya menjawab, "Ya, dia berpesan kepadaku untuk menyampaikan salamnya kepadamu, dan mengatakan hendaknya engkau mengganti kusen pintumu." Ismail menjawab, "Dia adalah ayahku, dan sesungguhnya dia memerintahkan kepadaku agar menceraikanmu. Karena itu, kembalilah kamu kepada keluargamu." Ismail menceraikannya dan kawin lagi dengan perempuan lain dari kalangan mereka. Setelah selang beberapa masa yang dikehendaki oleh Allah, Nabi Ibrahim tidak menjenguk mereka. Kemudian dia datang lagi kepada mereka, tetapi dia tidak menemukan Ismail, lalu ia masuk menemui istri Ismail dan menanyakan kepadanya tentang Ismail. Maka istri Ismail menjawab, "Suamiku sedang keluar mencari nafkah buat kami." Nabi Ibrahim bertanya, "Bagaimanakah keadaan kalian?" Nabi Ibrahim menanyakan kepada istri Ismail tentang penghidupan dan keadaan mereka. Maka istri Ismail menjawab, "Kami dalam keadaan baik-baik saja dan dalam kemudahan hidup," hal ini dikatakannya seraya memuji kepada Allah Swt. Nabi Ibrahim bertanya, "Apakah makanan pokok kalian?" Istri Ismail menjawab, "Daging." Ibrahim a.s. bertanya, "Apakah minum kalian?" Istri Ismail menjawab, "Air." Nabi Ibrahim a.s. berdoa, "Ya Allah, berkatilah daging dan air bagi mereka." Nabi Saw. bersabda: Tiadalah bagi mereka di masa itu biji-bijian. Seandainya mereka mempunyai biji-bijian, niscaya Nabi Ibrahim mendoakannya buat mereka. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa tidak sekali-kali daging dan air tersebut bila dijadikan sebagai makanan pokok oleh seseorang di luar kota Mekah melainkan keduanya tidak akan cocok baginya. Nabi Ibrahim berkata, "Apabila suamimu datang, sampaikanlah salamku kepadanya dan katakanlah kepadanya agar dia mengukuhkan kusen pintunya." Ketika Ismail datang dan bertanya, "Apakah telah datang seseorang kepadamu?" Istrinya menjawab, "Ya, telah datang kepada kami seorang syekh yang penampilannya baik," istri Ismail memuji syekh tersebut Ia melanjutkan kata-katanya, "Lalu ia menanyakan kepadaku tentang engkau, maka aku ceritakan kepadanya, dan ia bertanya kepadaku tentang penghidupan kita, maka kujawab bahwa kami dalam keadaan baik-baik saja." Ismail bertanya, "Apakah dia mewasiatkan sesuatu kepadamu?" Istrinya menjawab, "Ya, dia menyampaikan salamnya kepadamu, dan memerintahkan kepadamu agar mengukuhkan kusen pintumu." Ismail berkata, "Dia adalah ayahku dan kusen pintu tersebut adalah kamu sendiri. Dia memerintahkan kepadaku agar memegang engkau menja-di istriku selamanya." Setelah selang beberapa lama yang dikehendaki oleh Allah Swt, maka datanglah Ibrahim a.s., saat itu Nabi Ismail sedang membuat anak panahnya di bawah sebuah pohon di dekat sumur Zamzam. Ketika Ismail melihatnya, ia segera bangkit menyambutnya dan keduanya melakukan perbuatan yang biasa dilakukan oleh seorang ayah kepada anaknya dan seorang anak kepada ayahnya (bila lama tak bersua, lalu berjumpa). Kemudian Nabi Ibrahim berkata, "Hai Ismail, sesungguhnya Allah telah memerintahkan sesuatu kepadaku." Ismail menjawab, "Apakah perintah Tuhanmu itu?" Nabi Ibrahim balik bertanya, "Maukah engkau membantuku?" Ismail menjawab, "Dengan senang hati aku akan membantu ayah." Nabi Ibrahim a.s. berkata, "Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku agar aku membangun sebuah rumah (Baitullah) di sini," seraya mengisyaratkan kepada sebuah gundukan tanah tinggi yang lebih tinggi daripada tanah yang ada di sekitarnya. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa pada saat itu juga keduanya mulai meninggikan dasar-dasar Baitullah, Nabi Ismail yang mendatangkan batu-batuan, sedangkan Nabi Ibrahim yang membangunnya. Ketika bangunan mulai tinggi, Ismail datang membawa batu ini (maqam Ibrahim), lalu meletakkannya untuk menjadikannya se-bagai tangga Nabi Ibrahim selama membangun. Maka Nabi Ibrahim berdiri di atasnya sambil membangun, sedangkan Nabi Ismail terus menyuplai batu-batunya seraya keduanya mengucapkan doa berikut, yang disitir oleh firman-Nya: Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al Baqarah:127) Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail terus membangun Ka'bah hingga berputar merampungkan sekelilingnya seraya mengucapkan doa: Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al Baqarah:127)
Imam Bukhari mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya:
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail. (Al Baqarah:127), hingga akhir ayat. Al-qawa'id artinya fondasi atau dasar, bentuk tunggalnya adalah qa'idah, al-qawa'id minan nisa (wanita-wanita yang telah berhenti haidnya dan tidak mengandung lagi), bentuk tunggalnya qa'idah pula.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Israil, dari Abu Ishaq, dari Al-Aswad yang mengatakan bahwa Ibnuz Zubair pernah bertanya kepadanya, "Dahulu Siti Aisyah sering menceritakan kepadamu banyak hadis dengan sembunyi-sembunyi, ceritakanlah kepadaku apa yang telah dikisahkannya mengenai masalah Ka'bah!" Al-Aswad berkata, Siti Aisyah mengatakan kepadanya bahwa Nabi Saw. pernah bersabda kepadanya: Hai Aisyah, seandainya kaummu bukan masih baru meninggalkan kebiasaan mereka -menurut Ibnuz Zubair diartikan kekufuran- niscaya aku akan membongkar Ka'bah, kemudian aku buatkan baginya dua buah pintu, satu pintu untuk orang-orang masuk, sedangkan yang lainnya untuk mereka keluar darinya. Kemudian hal itu dilakukan oleh Ibnuz Zubair.
Imam Muslim mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Hatim, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Sulaim ibnu Hayyan, dari Sa'id (yakni Ibnu Mina) yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnuz Zubair mengatakan bahwa bibinya (yakni Siti Aisyah r.a.) pernah bercerita kepadanya bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Hai Aisyah, seandainya kaummu bukan baru meninggalkan kebiasaan kekufurannya, niscaya aku akan membongkar Ka'bah, lalu aku tempelkan ke tanah, dan sesungguhnya aku akan membuat pintu timur dan pintu barat baginya, serta aku akan menambahkan padanya sepanjang enam hasta dari Hijir (Ismail). Karena sesungguhnya orang-orang Quraisy menguranginya ketika merenovasi Ka'bah.
Menurut kami, bangunan Ka'bah masih tetap atas dasar bangunan Quraisy hingga ia mengalami kebakaran di masa permulaan pemerintahan Abdullah ibnuz Zubair, yaitu sesudah tahun 60 Hijriah di akhir masa kekuasaan Yazid ibnu Mu'awiyah ketika mereka mengepung Ibnuz Zubair.
Dalam masa pemerintahan Abdullah ibnuz Zubair, Ka'bah dibongkarnya, kemudian dibangun kembali sesuai dengan fondasi Nabi Ibrahim, dan memasukkan Hijir Ismail ke dalamnya, serta membuat dua buah pintu yang dekat dengan tanah, yaitu pintu sebelah timur dan sebelah barat karena menuruti apa yang didengar oleh Siti Aisyah r.a. dari Rasulullah Saw. Siti Aisyah r.a. Ummul Mu’minin adalah bibi Abdullah ibnuz Zubair. Ia menyampaikan hadis tersebut kepada kemenakannya, lalu kemenakannya (Abdullah ibnuz Zubair) melakukannya.
Keadaan Ka'bah tetap seperti apa yang dibangun oleh Abdullah ibnuz Zubair, hingga Abdullah ibnuz Zubair tewas di tangan Al-Hajjaj, lalu Al-Hajjaj mengembalikan bangunan Ka'bah seperti semula atas perintah dari Abdul Malik ibnu Marwan yang menginstruksikannya untuk melakukan hal tersebut.
Kisah ini disebutkan oleh Imam Muslim ibnul Hajjaj di dalam kitab sahihnya:
telah menceritakan kepada kami Hannad ibnus Sirri, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zaidah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Sulaiman, dari Ata yang menceritakan kisah berikut: Ketika Baitullah mengalami kebakaran di masa pemerintahan Yazid ibnu Mu'awiyah, yaitu di saat penduduk Syam memerangi Mekah, maka keadaan Baitullah saat itu dibiarkan saja oleh Abdullah ibnuz Zubair (setelah kebakaran), hingga datanglah orang-orang di musim haji dengan maksud melindungi penduduk Mekah dari serangan penduduk negeri Syam. Ketika orang-orang berkumpul, Abdullah ibnuz Zubair berkata, "Hai manusia, kemukakanlah pendapat kalian kepadaku mengenai Ka'bah ini, apakah aku harus meruntuhkannya, kemudian membangun kembali, ataukah aku harus memperbaiki bagian dari Baitullah yang sudah seharusnya diperbaiki?" Ibnu Abbas berkata, "Sesungguhnya aku mempunyai pendapat yang berbeda mengenainya. Aku berpendapat sebaiknya engkau memperbaiki bagiannya yang harus diperbaiki, kemudian biarkanlah olehmu Baitullah dalam keadaan seperti semula ketika orang-orang mulai masuk Islam dan ketika orang-orang mengangkut batu-batu untuk membangunnya serta ketika Nabi Saw. diutus." Ibnuz Zubair berkata, "Seandainya salah seorang dari mereka mengalami kebakaran rumahnya, pasti dia tidak akan puas sebelum memperbaharuinya. Maka terlebih lagi dengan Baitu Tuhan kalian? Sesungguhnya aku akan beristikharah kepada Tuhanku selama tiga malam, kemudian aku bertekad untuk melakukan urusanku." Setelah berlalu tiga malam, maka bulatlah tekad Ibnuz Zubair untuk membongkarnya (guna perbaikan), tetapi orang-orang tidak berani melakukannya karena takut bila nanti ada azab yang turun dari langit yang akan menimpa orang yang mula-mula melakukannya. Lalu ada seorang lelaki naik ke atas Ka'bah dan melemparkan batu-batunya (Ka'bah). Ketika orang-orang melihatnya tidak apa-apa, maka mereka mengikuti jejaknya, lalu mereka membongkar Ka'bah hingga rata dengan tanah. Lalu Ibnuz Zubair membuat tiang-tiang, kemudian ditutup dengan kain hingga bangunan Ka'bah tinggi. Ibnuz Zubair berkata, ia pernah mendengar Siti Aisyah r.a. menceritakan hadis berikut dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Seandainya orang-orang bukan masih baru meninggalkan kekufuran, dan aku mempunyai biaya untuk memperbaikinya, niscaya aku akan memasukkan Hijir Ismail ke dalamnya sepanjang lima hasta, dan sungguh aku akan membuat satu pintu baginya untuk orang-orang yang masuk ke dalamnya dan satu pintu lagi untuk orang-orang yang keluar. Ibnu Zubair mengatakan, "Sekarang aku mempunyai biaya dan aku tidak takut kepada manusia." Maka Abdullah ibnuz Zubair melakukan perluasan sepanjang lima hasta dengan memasukkan sebagian dari Hijir Ismail ke dalamnya. Ketika fondasi mulai tampak baginya, orang-orang menyangkalnya, tetapi ia terus meninggikan bangunan di atas fondasi itu. Panjang Ka'bah seluruhnya adalah delapan belas hasta. Ketika Abdullah ibnuz Zubair melakukan pelebaran, biayanya kurang cukup, maka ia hanya menambahkan panjangnya sebanyak sepuluh hasta, dan ia membuat dua buah pintu, salah satunya untuk pintu masuk, sedangkan pintu lainnya untuk jalan keluar. Ketika Ibnuz Zubair tewas, Al-Hajjaj mengirimkan surat kepada Abdul Malik untuk meminta izin kepadanya menyangkut kelangsungan pembangunan Ka'bah, dan ia memberitahukan bahwa Ibnuz Zubair telah membuat tembok di atas fondasi yang mendapat sanggahan dari orang-orang arif Mekah. Maka Abdul Malik membalas suratnya seraya mengatakan, "Sesungguhnya kami tidak ikut campur dengan perombakan yang dilakukan oleh Ibnuz Zubair. Mengenai tambahan panjangnya, aku menyetujuinya, tetapi apa yang ia tambabkan padanya dari sebagian Hijir Ismail, maka kembalikanlah kepada bangunan yang semula, kemudian tutuplah pintu yang dibukanya." Maka Al-Hajjaj merombak Ka'bah dan mengembalikannya kepada bangunan semula.
Pada prinsipnya ketentuan sunnah menyetujui apa yang dilakukan oleh Abdullah Ibnuz Zubair r.a. karena hal itulah yang ingin dilakukan oleh Rasulullah Saw. seandainya saja beliau tidak khawatir akan menimbulkan rasa antipati di dalam hati sebagian orang-orang Mekah, mengingat mereka baru saja masuk Islam dan baru meninggalkan kekufuran. Akan tetapi, sunnah ini masih belum diketahui oleh Abdul Malik ibnu Marwan. Karena itu, ketika ia mengetahui bahwa Siti Aisyah r.a. memang benar telah meriwayatkannya dari Rasulullah Saw., maka ia berkata, "Alangkah senangnya kami seandainya kami biarkan apa yang telah dilakukannya (Ibnuz Zubair)."
Imam Muslim meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Hatim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bakar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, bahwa ia pernah mendengar dari Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair dan Al-Walid ibnu Ata, keduanya menceritakan hadis dari Al-Haris ibnu Abdullah ibnu Abu Rabi'ah, bahwa Abdullah ibnu Ubaid pernah menceritakan kisah berikut: Al-Haris ibnu Ubaidillah mengirimkan dutanya kepada Abdul Malik ibnu Marwan dalam masa pemerintahannya. Maka Abdul Malik berkata, "Aku tidak menduga Abu Habib -yakni Ibnuz Zubair- pernah mendengar dari Siti Aisyah hadis yang ia yakini menerimanya langsung dari Siti Aisyah." Al-Haris berkata, "Memang benar, aku pun pernah mendengarnya dari Siti Aisyah." Abdul Malik bertanya, "Apakah engkau pun pernah mendengar darinya? Coba ceritakan apa yang telah dia katakan!" Al-Haris berkata, Siti Aisyah r.a. pernah bercerita kepadanya bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya kaummu mengurangi sebagian dari bangunan Baitullah. Seandainya bukan karena mereka baru meninggalkan kemusyrikan, niscaya aku akan mengembalikannya kepada bentuk semula yang mereka tinggalkan. Dan jika kaummu kelak sesudahku berniat akan membangunnya kembali, maka kemarilah, akan aku tunjukkan kepadamu batas yang mereka tinggalkan darinya." Lalu Nabi Saw. memperlihatkan kepadanya kekurangan tersebut, yaitu kurang lebih tujuh hasta.
Ini adalah hadis yang diceritakan oleh Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair, dan Al-Walid ibnu Ata menambahkan bahwa Nabi Saw. bersabda: Dan sungguh aku akan membuat dua buah pintu padanya yang menempel di tanah, yaitu di sebelah timur dan sebelah barat. Tahukah kamu mengapa kaummu meninggikan pintunya? Siti Aisyah r.a. menjawab, "Tidak." Nabi Saw. bersabda, "Untuk mempersulit agar tiada yang memasukinya kecuali orang yang benar-benar menghendakinya. Apabila ada seorang lelaki yang hendak memasukinya, mereka membiarkannya sampai naik ke atas, dan apabila lelaki itu sudah masuk, maka mereka mendorongnya hingga ia terjatuh." Abdul Malik berkata, "Aku bertanya kepada Al-Haris, 'Apakah engkau pernah mendengar Siti Aisyah mengatakan hal ini'?" Al-Haris menjawab, "Ya." Maka Abdul Malik mengetuk-ngetukkan tongkatnya, sesaat kemudian ia berkata, "Seandainya saja aku membiarkannya dan menuruti apa yang kamu hafalkan itu."
Muslim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Hatim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Bakar As-Sahmi, telah menceritakan kepada kami Hatim ibnu Abu Sagirah, dari Abu Quza'ah: Ketika Abdul Malik ibnu Marwan sedang tawaf di Baitullah, tiba-tiba ia berkata, "Semoga Allah melaknat Ibnuz Zubair. Dia berdusta terhadap Ummul Mu’minin (maksudnya Siti Aisyah) karena dia mengatakan bahwa dirinya pernah mendengar Siti Aisyah r.a. berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: 'Hai Aisyah, seandainya kaummu bukan masih baru meninggalkan kekufurannya, sungguh aku akan membongkar Ka'bah, lalu aku tambahkan kepadanya sebagian dari Hijir (Ismail). Karena sesungguhnya kaummu mengurangi bangunannya.’ Maka Al-Haris ibnu Abdullah ibnu Abu Rabi'ah berkata, "Jangan kamu katakan itu, hai Amirul Mu’minin, karena sesungguhnya aku pernah mendengar Siti Aisyah berkata demikian." Abdul Malik ibnu Marwan berkata, "Seandainya aku mendengarnya sebelum aku membongkar Ka'bah, niscaya aku akan membiarkannya seperti apa yang telah dibangun oleh Ibnuz Zubair."
Hadis ini sudah dapat dipastikan benar-benar dari Siti Aisyah r.a. karena hadis ini diriwayatkan darinya melalui berbagai jalur periwayatan yang berpredikat sahih, yaitu dari Al-Aswad ibnu Yazid, Al-Haris ibnu Abdullah ibnu Abu Rabi'ah, Abdullah ibnuz Zubair, Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abu Bakar, dan dari Urwah ibnuz Zubair. Maka hal ini menunjukkan bahwa apa yang diperbuat oleh Ibnuz Zubair adalah benar, seandainya dibiarkan, maka hal tersebut memang baik.
Tetapi setelah melihat perkembangannya sampai pada keadaan seperti itu, maka sebagian ulama memakruhkan mengubah Ka'bah dari keadaannya semula, seperti yang disebutkan di dalam riwayat dari Amirul Mu’minin Harun Ar-Rasyid atau ayahnya (yaitu Al-Mahdi). Disebutkan bahwa ia pernah bertanya kepada Imam Malik tentang merenovasi Ka'bah dengan tujuan mengembalikannya seperti apa yang telah dilakukan oleh Ibnuz Zubair. Maka Imam Malik berkata kepadanya, "Mengapa engkau ini, wahai Amirul Mu’minin. Janganlah engkau jadikan Ka'bah Allah seperti mainan para raja, bila seseorang dari mereka tidak menyukai bentuknya, lalu dengan seenaknya dia merenovasinya." Maka Ar-Rasyid membiarkannya dan tidak berani melakukannya. Riwayat ini dinukil oleh Iyad dan Imam Nawawi.
Ka'bah akan tetap dalam keadaan seperti sekarang hingga akhir zaman nanti sampai datang suatu masa Ka'bah akan dirusak oleh orang-orang Habsyah yang berkaki pengkor, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain, dari sahabat Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw., disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
Seakan-akan aku melihatnya berkulit hitam dan berkaki pengkor (berbentuk huruf o), ia membongkar Ka'bah batu demi batu.
Hadis ini merupakan riwayat Imam Bukhari
https://gtaf.org/apps/quran
#GreentechApps
0 komentar:
Posting Komentar